MODEL
PEMBELAJARAN SI DIA BERBANTUAN CERITA BERGAMBAR SEBAGAI UPAYA MENUMBUHKAN
BUDAYA BACA
BAGI
SISWA DI SEKOLAH DASAR*)
Abstrak
Model
pembelajaran Si DIA berbantuan cerita bergambar merupakan modifikasi dan
kombinasi dari tahap pembiasaan dan pengembangan kegiatan literasi di sekolah
dasar. Perpaduan tahapan ini bertujuan
untuk meningkatkan budaya baca siswa, khususnya di sekolah dasar. Implementasi model
ini dengan berbantuan buku cerita bergambar sangat tepat karena buku cerita bergambar mengandung suatu ajaran
moral dan menggugah minat siswa untuk membaca. Tahapan model Si Dia meliputi:
1) Siapkan. Guru harus menyiapkan perpustakaan kelas dan buku cerita bergambar.
2) Dampingi. Kegiatan pendampingan bertujuan membantu siswa untk memahami
pertanyaan dan cara menyelesaikan. 3) Ilustrasikan. Kegiatan ini berupa membuat
ilustrasi cerita dalam bentuk gambar. 4) Apresiasi, hasil karya siswa dipajang
di papan pajangan. Model pembelajaran
Si DIA berimplikasi terhadap penciptaan pembiasaan belajar terstruktur,
membentuk suasana kondusif yang mengarah pada peningkatan budaya baca.
Kata kunci: model pembelajaran, cerita bergambar,
budaya baca
A.
PENDAHULUAN
Membaca menjadi bagian penting dalam
pembelajaran di sekolah. Membaca juga melatih tingkat pemahaman terhadap isi
bacaan. Dikaitkan dengan
taksonomi Bloom (Thoha, 2003), pemahaman (understanding)
merupakan tingkatan ranah kognitif yang berada di atas ingatan (remembering). Berkenaan
dengan keterampilan membaca, hasil penelitian oleh PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) tahun 2011,
Indonesia berada pada peringkat ke-45 dari 48 negara peserta. Data ini
menunjukkan bahwa kompetensi peserta didik Indonesia tergolong rendah khusunya
pada keterampilan membaca (Faizah, dkk: 2016).
Keterampilan
membaca erat kaitannya dengan gerakan literasi. Gerakan Literasi Nasional yang
digagas dan dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
merupakan kepedulian atas rendahnya kompetensi peserta didik Indonesia dalam
bidang matematika, sains, dan membaca. Gerakan membaca ini bertujuan untuk
menumbuhkan kecintaan membaca kepada siswa dan pengalaman belajar yang
menyenangkan sekaligus merancang imajinasi.
Pelaksanaan
gerakan literasi di SD Negeri 14 Pemecutan telah mulai dikembangkan sejak tahun
2016. Membaca 15 menit dilaksanakan di kelas masing-masing. Khusus di kelas
tinggi, telah disediakan sarana berupa perpustakaan kelas. Setiap pagi sebelum
waktu belajar dimulai, siswa dibiasakan untuk membaca buku nonpelajaran yang
telah dsediakan. Kegiatan membaca dimulai pada pukul 07.30-07.45 wita setelah
siswa melaksanakan kegiatan persembahyangan bersama.
Berdasarkan
pengamatan penulis selaku wali kelas V, antusias awal siswa sangat tinggi.
Waktu 15 menit terlewati dengan cepat. Namun,
keadaan yang penulis amati ternyata tidak sesuai harapan saat penulis melakukan
wawancara terhadap siswa secara acak. Pertanyaan yang diajukan yaitu: 1) Apa
judul buku yang dibaca? 2) Siapa saja tokoh yang terdapat pada bacaan? 3) Dapatkah
kamu menceritakan isi bacaan? Jawaban yang diberikan siswa ternyata beragam.
Untuk judul cerita, semua siswa mampu menjawab dengan benar. Namun berbeda
dengan tokoh maupun isi cerita, banyak siswa belum mampu menggambarkan tokoh
cerita dengan benar, menyatakan belum mampu menceritakan kembali isi bacaan
yang pernah dibaca. Alasan utamanya adalah lupa.
Melihat
kondisi secara mikro di kelas V, keberhasilan peserta didik dalam menguasai
keterampilan memahami bacaan tidak lepas dari faktor guru. Disadari bahwa
ketika melaksakan kegiatan membaca selama limabelas menit, guru hanya
menyediakan bahan bacaan, mendampingi siswa membaca, dan tanpa memberikan tidak
lanjut langsung setelah siswa membaca. Tidak lanjut dilakukan pada akhir pekan.
Kondisi ini mengisyaratkan bahwa peran guru harus lebih optimal dalam
mendampingi siswa membaca. Membaca memang belum menjadi budaya di sekolah.
Untuk itu, perlu dibiasakan dengan menciptakan kondisi belajar yang
menyenangkan dan disertai dengan tindak lanjut. Mengatasi kelemahan yang
terjadi maka penulis melakukan upaya perbaikan dengan menerapkan model
pembelajaran Si DIA untuk meningkatkan kecakapan literasi khususnya bagi siswa
kelas VA SD Negeri 14 Pemecutan. Lantas, upaya apakah yang dapat dilakukan guru
untuk menumbuhkan budaya baca di sekolah?
B.
PEMBAHASAN
Literasi
sekolah berkenaan dengan kemampuan bagaimana membaca, menulis, dan melakukan
perhitungan numerik dan mengoperasikan sehingga setiap siswa dapat menggunakan
keterampilan ini sebagai kecakapan hidup di masa mendatang. Pelaksanaan GLS harus
dilaksanakan secara menyeluruh guna menciptakan warga sekolah yang literat
sepanjang hayat. Pelaksanaan GLS harus melibatkan partisipasi publik seperti
peran guru, kepala sekolah, siswa, petugas perpustakaan, tenaga administrasi,
bahkan unsur orang tua siswa.
Model
Pembelajaran Si DIA
Perkembangan
proses belajar di kelas saat ini tidak harus dalam bentuk individual klasikal,
kegiatan berkelompok (kooperatif learning),
namun dapat pula dengan mengkolaborasi kegiatan sesuai dengan karakteristik
materi pelajaran.
Berdasarkan
kenyataan di SD Negeri 14 Pemecutan, penulis selaku guru kelas V mencoba
mengkombinasi tahapan pelaksanaan GLS kedalam model pembelajaran Si DIA. Model
pembelajaran Si DIA merupakan akronim dari Siapkan,
Dampingi, Ilustrasikan, dan Apresiasi.
Tahapan pelaksanaan GLS yang dikombinasikan adalah pada tahap pembiasaan dan
tahap pengembangan.
Langkah-langkah
Pelaksanaan Model Pembelajaran Si Dia
Gambar
1. Perpustakaan Kelas
|
Gambar
2. Siswa membaca bersama kelompok
|
Ketiga, Ilustrasikan.
Kegiatan mengilustrasikan berupa guru meminta siswa menyelesaikan daftar
pertanyaaan yang memuat judul buku, nama tokoh, alur cerita, isi cerita, dan amanat
yang disampaikan. Siswa mengerjakan bersama kelompoknya. Ilustrasi dibuat dalam
bentuk gambar.
Gambar 3. Bersama kelompok, siswa menyelesaikantugas sesuai petunjuk
|
Keempat,
Apresiasi. Kegiatan apresiasi dilaksanakan pada akhir pekan. Bentuk apresiasi
yang dilakukan adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan
hasil kerja kelompok kepada seluruh siswa. guru memfasilitasi siswa terhadap
tanggapan yang diberikan oleh kelompok lain. Tanggapan tersebut dirangkum,
untuk kemudian dijadikan acuan perbaikan. Hasil karya siswa yang telah diperbaiki
kemudian dipajang di papan pajangan.
Gambar 4. Hasil
karya siswa bersama kelompok
|
Hasil
Implementasi Model Pembelajaran Si DIA
Berdasarkan observasi lapangan
selama implementasi model pembelajaran Si Dia berbantuan buku cerita bergambar dapat
dipaparkan hal sebagai berkut.
Pada tahap “Siapkan”
pada model pembelajaran Si DIA menuntut kesiapan guru menyediakan sarana dan
prasarana yang menunjang pelaksanaan GLS di kelas. Pemilihan
buku cerita fiksi bergambar.,karena dilihat dari sudut pandang anak-anak
umumnya dikaitkan dengan ajaran moral.
Hal tersebut dijelaskan
oleh Wahyono (2015) bahwa cerita fiksi pada hakikatnya mengandung suatu ajaran
moral dan di situlah letak moral utama ceritanya bahwa tokoh yang tidak baik
mesti dikalahkan dengan tokoh yang baik. Kondisi tersebut harus disampaikan
dengan sangat hati-hati kepada anak agar pola pikir anak tentang hal baik dan
tidak baik mulai terbuka sehingga dalam kehidupan nyata anak dapat membedakan
hal yang baik dan tidak baik.
Kemudian, tahap
“Dampingi” siswa selama proses GLS membantu siswa untuk memperoleh informasi
dan menyelesaikan tugas sesuai petunjuk. Mendampingi siswa merupakan bentuk
fasilitasi guru terhadap penciptaan kondisi belajar yang menyenangkan. Pada
tahap “Ilustrasikan”, muncul respon positif siswa untuk “menggambar”. Sukarya
(2010) menyatakan bahwa menggambar membelajarkan siswa untuk mencurahkan isi hatinya dalam
bentuk karya seni rupa. Sehingga, menggambar
merupakan kegiatan yang menyenangkan.
Pada tahap “Apresiasi”,
adanya reinforcement
juga berkontribusi terhadap peningkatan kecakapan literasi. Penguatan dalam
pembelajaran adalah salah satu bentuk apresiasi terhadap kemampuan yang
dimiliki siswa. Adanya reinforcement
yang diberikan guru berupa tepuk tangan dan hadiah menjadi motivasi bagi siswa
untuk berkarya, menjawab, dan mengajukan pertanyaan selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Motivasi menjadikan siswa aktif dalam menggali pemahamannya
terhadap materi yang dipelajari. Kegiatan ini memberikan dampak positif
terhadap pelaksanaan pembelajaran di kelas dan mengoptimalkan aktivitas membaca.
Pendapat ini didukung oleh Sukadi (2005) yang menyatakan bahwa guru
dapat dan harus berperan sebagai koordinator, fasilitator, dan motivator bagi
upaya belajar siswa dalam menggunakan berbagai sumber belajar. Untuk
itu, berbagai bentuk motivasi, seperti pemberian hadiah dan tepuk tangan
memungkinkan siswa untuk semakin aktif mengembangkan konsep-konsep agar dapat
dipamahi dengan baik. Ini
berarti, pemberian reinforcement
penting pula dalam pelaksanaan kegiatan membaca di sekolah.
C. PENUTUP
Budaya literasi dilakukan
sebagai upaya untuk membudayakan pemahaman ilmu pengetahuan dalam ranah
pembelajaran. Pembiasaan
yang dimaksud adalah kegiatan GLS dilaksanakan setiap hari selama 15 menit
sebelum materi pelajaran di mulai. Pembiasaan belajar perlu dikembangkan utuk
memperoleh hasil belajar yang maksimal. Pembentukan belajar yang efektif
memerlukan tugas-tugas yang jelas dan terstruktur. Apabila setelah siswa
selesai membaca, tanpa disertai dengan tindak lanjut yang tepat maka hasil
belajar siswa kurang optimal. Pembiasan belajar yang baik harus didukung oleh
tugas-tugas yang jelas. Kebiasaan seseorang dalam belajar terbentuk dari
kebiasaan belajar mandiri di rumah maupun di sekolah. Membaca dan membuat
catatan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam proses belajar, karena
kegiatan yang paling sering dilakukan dalam belajar adalah membaca.
Model pembelajaran Si DIA berimplikasi terhadap penciptaan pembiasaan
belajar yang terstruktur, membentuk suasana kondusif yang mengarah pada
peningkatan budaya baca. Sehingga, dengan adanya kondisi yang kondusif, niscaya
membaca akan menjadi sebuah budaya. Semoga!
DAFTAR
PUSTAKA
Faizah, dkk. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah
di Sekolah Dasar. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Kemdikbud.
Sukadi. 2005. Pendidikan IPS yang
Powerful Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran No. 4 TH.
XXXVIII Oktober 2005 ISSN 0215-8250. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Thoha, M.C. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Wahyono, T.
2015. Pengaruh Menyimak
Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak. Makalah Seminar Nasional
Pendidikan Bahasa Indonesia 2015 ISSN:
2477‐636X hal.117:Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
*) oleh Erry Trisna Nurhayana, S.Pd
artikel disajikan untuk lomba Penulisan Artikel Ilmiah Tahun 2017
EmoticonEmoticon