Membangun Kecerdasan Emosional dengan Kesenian

July 08, 2017


oleh

Erry Trisna Nurhayana

Pendidikan berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari sisi pendidikan formal, tugas ini dipegang oleh guru. Keberadaan guru dalam dunia pendidikan menjadi ujung tombak keberhasilan pencapaian tujuan nasional. Biasanya, guru dikatakan berhasil mendiidk jika siswa nya pandai dari sisi akademik. Namun, hal itu sudah tidaklah tepat. Saat ini, justru guru dihadapkan pada situasi untuk mengembangkan pendidikan yang mengutamakan karakter. Karena, tujuan pendidikan adalah menciptakan manusia yang seutuhnya, tidak hanya cerdas dari segi akademik, melainkan cerdas emosi, dan berakhlak mulia.

Penulis meyakini bahwa kebanyakan orang sudah mengetahui bahwa setiap siswa memiliki potensi kecerdasan berbeda, namun tidak jarang pendidikan kita saat ini masih bersifat parsial yang lebih menekankan pada kecerdasan kognitif. Dari kondisi inilah konsep mengutamakan Intelectual Quotient (IQ) menjadi prioritas secara tak langsung memandang bahwa pendidikan berbasis Emotional Quotient (EQ) bukanlah hal yang penting. Padahal, pendidikan berbasis EQ berdampak positif bagi perkembangan mental dan fisik anak. Lantas, bagaimana cara membangun kecerdasan emosional pada siswa?

Di sekolah dasar, pendidikan berbasis EQ dapat dikembankan melalui pendidikan seni (di sekolah dikenal dengan muatan Seni Budaya dan Keterampilan). Muatan Seni Budaya dan Keterampilan di sekolah mencakup: 1) Seni rupa, menghasilkan karya seni berupa gambar, lukisan, patung, ukiran, cetak-mencetak.2) Seni musik, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal, memainkan lat musik, apresiasi karya musik. 3) Seni tari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh dengan dan tanpa rangsangan bunyi, apresiasi terhadap gerak tari. 4) Seni teater, mencakup keterampilan olah tubuh, olah pikir, dan olah suara yang pementasannya memadukan unsur seni musik, seni tari dan seni peran, dan 5) Keterampilan, mencakup segala aspek kecakapan hidup (life skills) yang meliputi keterampilan personal, keterampilan sosial, keterampilan vokasional dan keterampilan akademik

Kegiatan seni merupakan pengekspresian cita rasa, ide, jiwa, emosi dan perasaan yang diluapkan melalui kreativitas manusia menjadi satu karya yang dapat dikatakan unik, indah dan simbolis. Kesenian dapat mengolah kecerdasan emosi seorang anak, karena memberi “kebebasan” berekspresi, berekplorasi, berkreasi dan berapresiasi melalui kegiatan visual. Suryahadi (2008) menyatakan bahwa ilmuan neurophychology memetakan otak manusia menjadi dua bagian yang dikenal dengan belahan otak kiri dan belahan otak kanan. Belahan otak kiri maupun belahan otak kanan meiliki fungsi berbeda namun saling berinteraksi dan ketergantungan (interdisipliner). Dengan makna lain, perlu dibangun keseimbangan antara kemampuan akademik dan nonakdemik pada diri siswa.

Era globalisasi menuntut guru untuk selalu kreatif, keluar dari zona “nyaman”, dan berinovasi. Bentuk inovasi pendidikan berupa pengembangan model pembelajaran, media pembelajaran, dan materi pelajaran agar dapat dipahami peserta didik dengan lebih mudah. Seperti halnya pendidikan seni, saat belajar menggambar siswa tidaklah harus bekerja secara individual melainkan dapat juga secara berkelompok. Tahapan menggambar secara berkelompok harus jelas. Tahapan ini meliputi: pemilihan ketua kelompok, kesepakatan tema gambar, pembuatan sketsa, pemilihan warna, dan finishing karya. Dengan menggambar berkelompok terjadi interaksi yang menghargai perbedaan, menumbuhkan rasa untuk saling memiliki karya, dan bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Bentuk-bentuk kecerdasan emosi ini harus terus dilatih dan diberdayakan pada diri siswa. Selain itu, di era digital ini penggunaan komputer dalam pembelajaran seni rupa dapat menjadi inovasi seperti melukis menggunakan aplikasi Paint, Corel Draw, ataupun Photoshop. Selain kegiatan seni rupa, pengembangan kesenian lokal dapat diberikan guru, seperti menganyam, mengulat klangsah, mekidung (seni suara), pantomin, megambel (seni musik).

Kegiatan Makekawin (Seni Suara)

Ngulat Tipat

Menggambar

Membuat ingka (anyaman)
Hasil penelitian Lowenfeld menemukan bahwa kegiatan seni rupa memberikan respon positif pada pribadi anak, antara lain perkembangan emosi, inteletual, persepsi, sosial, estetika, kreatif dan fisik. Anak-anak sekolah dasar merupakan pribadi unik yang memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda dengan orang dewasa. Salah satu keunikan anak terletak pada kemampuan mengekspresikan diri. Sesungguhnya anak cenderung memiliki emosi yang lebih kuat daripada orang dewasa. Anak yang memiliki kecerdasan emosional yang kuat akan mampu menciptakan dan mempertahankan hubungan sehat dengan orang lain dan dengan dirinya sendiri. Dengan memahami pentinya membangun kecerdasan emosi sejak dini, maka akan tercipta generasi emas yang mampu membawa indonesia sebagai bangsa yang cerdas dan berkarakter. Semoga!



Sumber Rujukan:
Warta Pentas, 2 April 2015

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »